Aku adalah aku. Aku adalah sepenggal sejarah ,
yang mungkin indah , atau mungkin sejarah yang tak ada gunanya. Meskipun
mentari tlah terbenam di ufuk barat. Meski air tlah mendidih. Meski angin
berhembus di depanku. Aku adalah aku. Aku tak kan berubah, dan tak akan pernah
berubah.Tuhan telah menciptakanku, untuk menjadi diriku sendiri. Aku hidup di
kerumunan sejarah. Aku bernapas di dalam ruang indah. Aku berjalan di atas kain
sutra. Dan inilah hidupku. Hidup sederhana, tapi indah. Hidup yang tak sempurna
,tapi menyejukkan kalbu.Hidup yang apa adanya, dan aku menyenangi itu.Di
depanku telah menunggu cerita cerita indah.disampingku telah menjulang tinggi
cita cita . dibelakang telah ada sebuah gaya yang mendorongku untuk maju. Di
atasku telah ada malaikat yang memanyungiku dari kegelapan. Langkah langkah
kecilku, disertai denagn tasbih kepada-Mu. Setiap penglihatanku, tak luput ku
ucap “Subhanallah”. Setiap apa yang kuterima , tak kan ku lupa sujud
syukur kepada-Mu. Disetiap bayangan dari tubuhku, aku bergumam bahwa aku
tetaplah aku. Dan aku tak kan pernah berubah.
Aku meletakkan kerinduan yang amat dalam
dengan sebuah kampung kecil, di pelosok Kota Malang. Aku merundukannya. Sanagat
merindukan tempat itu. Tak ku ingat kapan terakhir aku menginjakkan kaki di
sana. Karena yang aku ingat adalah menggigilnya tubuhku di malam pertama aku
disana. Malam itu, langit menumpahkan airnya. Tak ada bulan di malam hujan itu.
Tak ada bintang yang mengiringi turunnya air hujan. Sengaja aku keluar rumah,
hanya untuk melihat jalan kecil yang sepi. Meski jam di tanganku baru
menunjukkan pukul 8 malam. Yang ku ingin katakan saat itu adalah hujan membuat
tubuh mungilku ini berubah menjadi es. Yang ku ingin perbuat saat itu hanylah pulang. Aku ingin pulang. Aku tak sanggup
tinggal di tempat kecil ini, atau mungkin kumuh. Aku tak sanggup. Tiba tiba
saja , aku meniru langit malam. Mata mungilku juga menumpahkan airnya. Tuhan ,
kenapa aku disini? Mengapa aku bisa ada
di tenagh malam yang sama sekali tak ingin kujumpai di daklam hidupku? Mengapa
aku disini?
“kamu harus meletakkan segala yang kamu
impikan itu di tempat sampah. Kamu harus
melakukannya. Hidup ini hanya sekali. Dan sangat tak pantas jika hidupmu itu
kau gunakan sia sia dengan menjadi seseorang yang mengancam hidupmu sendiri.”
Mugkin itulah sekelumit kata kata yang setiap
pagi dilontarkan mama. Dan setiap kali mendengar ocehan mama, aku hanya bisa
menunduk dalam kebisuan. Aku tak dapat berkata apa apa, selain ‘iya’. Karena
aku tak rela jika ada air membasahi pipi mama. Aku tak sanggup melihat mama
menangis. Dan aku tak kan pernah menbiarkan mama menangis. Bagiku, bola bola
kepedihan yang keluar dari sudut mata maama adalah sesuatu yang tak ingin ku
lihat. Aku sudah merasa cukup puas melihat mama menangis saat kakakku meninggal
3 bulan yang lalu. Semenjak itu, aku terlalu sering melihatnya menangis.
Menagis dalam setiap malam penuh sujud untuk-Nya. Bahkan setiap kali ku melihat
mata birunya, mata itu seperti sumber yang mampu mengeluarkan
air dari tempat di dalamnya yang sangat dalam.
Sore itu , aku membentak wanita yang mengendongku dikala aku kecil.
Yang menyuapiku di kala aku lapar. Ya, aku membentak mama. Aku mambentaknya ,
hanya karena sesuatu yang selama ini aku iyakan. Aku mengatakan bahwa
aku tak kan pernah meletakkan mimpiku di tempat sampah, meskipun itu hanya
ujumhgnya saja. Aku taka kan rela. Dan aku tak bisa melakukan itu. Bagiku,
mimpiku itu adalah anugerah Tuhan. Aku ingin menjadi orang yang berguna bagi
semua orang. Termasuk berguna untukmama. Aku membahagiakan mama. Aku sanagt
ingin. Biarkalnlah akumengejar mimpi. Biarlah aku berlari untuk meraih masa
depanku. Masa depanku akan jauh lebih berarti jika mimpim itu bisa kuraih. Jika
mimpiku itu bisa menjadi sesuatu yang nyata di dalam kehidupanku. Biarlah aku pergi.
Aku akan menjadi diriku sendiri. Karena aku adalah aku. Dan aku tetaplah aku.