Kamis, 31 Januari 2013

31/1/13



13 Oktober 2012,  pukul 04.00
“Cring....cring”, bunyi alarm mickymouse memecah kondisi yang lengang. Diri yang nyaman pun terusik oleh suara luhur tersebut. Yuph...Mulailah kenyamanan itu ludes seketika. Mata yang tak kunjung mau membuka, membuatku memaksakannya untuk melihat keindahan mega pagi yang meriah dengan nyayian burung-burung. Mimik wajah pun terlihat takjub merasakan hiliran angin yang membawa harumya masakan rendang Mamaku. Ku coba memaksa badanku untuk mengikuti harumnya rendang itu. Mata yang terlihat malas untuk dibuka pun, tiba-tiba kembali membuka dengan refleks dan kesadaranku pun mulai terbangun.
“Eh, Sinta..udah bangun kamu! Cepet gih ambil air wudhu!”, kata Mamaku.
Aku pun mulai tadi yang tertegun dengan rendang Mamaku, mulai menyadari kewajibanku, yaitu sholat Subuh. Sesegera kuambil air wudhu dan khusuk untuk shalat.
Setelah kuselesaikan kewajibanku kepada Allah, mulailah aku melangkahkan kaki menuju daerah Mamaku, dapur. Tak jera-jera aku menunggu Mama memersilahkanku untuk melahap rendang buatannya. Tapi, ditengah harapan itu, tiba-tiba aku teringat tentang teman specialku, Andra.
Dor!!!, Papa menghentikan lamunan pagiku itu dengan berlabuh didepanku dan menyuruhku untuk bersiap ke sekolahku tercinta, SMANELA untuk mengejar keinginan terbesarku.
Tak menyimpang dari itu, aku pun mulai prepare untuk berlari mengejar impian, yuph....dengan cara pergi ke sekolah. Aku mulai mengecek ulang isi mickymouse tasku “Tugas puisi, buku kimia, alat tulis, buku biologi, yeah... udah semua”. Dan tak sengaja kulihat selembar kertas cinta yang aku buat 3 hari lalu. “Ah...jadi inget dia aja”
*  * *
Setelah makan, aku segera menjabat dan mencium tangan Papa dan Mamaku. Tiba-tiba, teringat tentang almarhum/almarhumah kedua orang tua kandungku. Tetesan air yang keluar dari mataku pun tak dapat aku cegah. Secepat mungkin aku berlari supaya Papa dan Mama tak melihatku seperti ini. Gejolak dalam diri ingin meneriakkan kerinduanku yang mendalam terhadap mereka. Tak dapat kumengerti, aku terlahir dan tumbuh dengan Papa dan Mama, bukan dengan Ayah dan Ibu. Inilah yang membuat hatiku campur aduk dan aku telah berjanji untuk melaksanakan amanat ibu kandungku. Kucoba membuka lipatan kertas kecil dan kusam dari dompetku dan membaca inci demi inci dengan berlinang air mata.
Bismillahirrahmanirraim....Anakku, Sinta. Berlarilah dan jangan pernah berpikir akan berhenti untuk menggapai mimpimu, kondisikan semuanya sedemikian rupa supaya mimpimu itu nyata,  sayangilah kedua orangtua angkatmu seperti kamu menyayangi ibu. Dan  latihlah dirimu  untuk selalu berpegang pada diri sendiri dan Allah. Teruslah untuk berniat lurus, ikhlas,usaha keras, dan doa yang khusuk serta sabar dalam menjalani kehidupanmu”
Hatiku pun mulai termotivasi untuk tak lemah dan tak berdaya seperti ini lagi. Sesegera mungkin kugayuh sepedaku menuju gerbang sekolahku. Suara tak asing dan santer terdengar menemani langkahku untuk menuju kelasku, X-8. Suara itu membuat siswa-siswi di sekolahku ambur adur menuju kelas masing-masing untuk mengikuti pelajaran pertama.
Aku mulai mengajak mataku untuk melihat sekeliling kelas dan kulihat  teman-temanku sibuk dengan kepentingan masing-masing, tapi nampak di sudut kiri, Ocha teman sebangkuku mulai mempersiapkan diri dengan tugas puisi dari Pak Yurianto.
“ Hai, Si Mickymouse...udah dateng  nie, udah siap blom membacakan puisi ..?”, tanya Ocha. Dengan santai kujawab, “ Udah, donk!”.
Tiba-tiba terdengar jejak kaki yang terasa begitu hangat, hah Andra!Kenapa dia melangkah kearah bangkuku? Oh mungkin ingin berbicara dengan Ocha. Aku terus mencoba tak memperdulikannya padahal hatiku sudah terlalu lama mengaguminya. Setiap pandangan teman–teman disudut kelasku mengarah kepadanya, tak heran lagi karena Andra ini bisa dibilang murid paling terkeren, terpintar, tersopan, dan teraktif yang ada di kelasku. Andra pun mendapat tempat serta menjadi suatu pemaknaan yang terdalam dalam konsep hidupku. Dan sejak aku bertemu dia, bintang yang menurutku paling indah tak lagi terlihat indah, kerena keindahan itu telah tergantikan olehnya.
Bahkkan aku sempat menuliskan selembar kertas cinta padanya yang berisi perasaanku yang tak akan pernah tersampaikan selamanya. Namun aku membiarkan perasaanku ini terpenjara di kertas itu sampai menguning, lapuk, dan hancur hingga menjadi kerangka rusak yang menjadi kenangan. Aku berusaha memendam perasaan ini karena aku tau, Andra telah memiliki seorang wanita yang sudah berhasil mengelola hatinya. Wanita itu tak lain adalah teman sebangkuku, Ocha. Ironisnya aku melihat dengan mata kepalaku sendiri ketika Andra menyatakan perasaannya kepada Ocha. Sungguh begitu mengagetkan bagi hatiku.
Tiba-tiba, suasana kelasku  menjadi sepi. Ku lihat Andra juga putar balik, dan tidak menuju ke arah bangkuku lagi dan dia langsung membalikkan badan dan menuju bangkunya.
Tiba-tiba terdengar ,”Assalamualaikum Wr. Wb.” Oh, Pak Yurianto..pastes aja teman-teman diem, kataku dalam hati. “Nah, sekarang ayo siapa mau maju pertama untuk membaca puisi?”, tanya Pak Yurianto. Dan ternyata prediksiku sebelumnya salah, hampir setiap anak mengacungkan tangannya, mungkin karena mereka tergiur dengan janji Pak Yuri. Beliau berjanji bahwa siapa yang maju pertama akan diberi nilai plus.
Aku terus memfokuskan pandanganku pada Pak Yuri, berharap Pak Yuri bisa terinspirasi untuk mengeluarkan keputusan dan memanggil namaku karena aku ingin mencapai pantai kesuksesan dengan cara mengambil kesempatan emas ini. Dan alhamdulillah.... “Sinta, ayo maju”, kata Pak Yuri. Aku sangat terkejut ternyata namakulah yang disebut. Mungkin Pak Yuri memiliki penilaian tersendiri terhadapku.
Kulangkahkan kakiku ke depan dan aku tak dapat menolak rasa nervous yang selalu mengiringi tiap langkahku itu, tapi aku terus melangkah tanpa berfikir untuk berhenti. Setelah langkah terakhir aku mulai membuka lipatan kertas yang telahku persiapkan.
Percaya Diri

Tetapka standartmu tinggi-tinggi
Kau berhak mendapat yang terbaik
Cobalah mendapat yang kau ingin
Jangan mau menerima kurang dari itu
Pikirkan tujuanmu
Jangan cemas jika kau menyimpang dari itu
Sebab yang paling penting adalah
pelajaran yang dapat kau ambil dari perjalananmu
Terimalah apa yang kau dapat
Lakukan apa yang kau bisa
Terbanglah di atas awan-awan
Bebaskan  dirimu dari impianm

Ku lihat senyum Pak Yuri. Senyum itu membuat dadaku lega. Tepuk tangan pun menggema di dalam kelasku. Suasana ini membuatku beranggapan aku telah melangkah satu langkah lebih awal dibanding teman-temanku, termasuk dari Andra.
*  * *
13 Oktober 2012, pukul 19.00
Message from Andra : Sinta...Aku kagum dengan puisimu tadi. I feel your poem can make me more motivated. Thanks....Kalau kmu mau, aku jga punya bku tentng motivasi, kmu mau pnjem gak???
Hah....selain surat peninggalan ibuku, puisi itu memang salah satu penyemangatku juga. Tak ku sangka itu juga bisa membuat penyemangat buat Andra.
Reply message to Andra : Thanks, Andra. Aku seneng klo kamu termotivasi. Iya..bleh tuh. Thanks yah J
Aku bagai kejatuhan bulan, senangnya minta ampun. Keindahan harapan bisa mendekati Andra mulai muncul. Tapi, sungguh tak ku sangka sebelumnya. Keindahan akan harapan seperti ini harus aku sudahi dan harus ku tinggalkan bahkan meskipun terlalu sulit harapan itu akan ku potong-potong hingga berbentuk potongan-potongan kecil. Tapi potongan harapan itu akan terus mengingatkanku. Dan aku sangat berharap potongan harapan itu tak akan sama lagi seperti harapan sebelumnya.
*  * *
14 Oktober 2012
“Sin, ini baca deh...”, kata Andra sambil memberiku buku yang ingin kupinjam kemarin.
“OK, thanks yah...”, jawabku semangat.
Seiring dengan jawabanku, Andra tiba-tiba menghilang. Dan aku begitu senang bisa memegang buku milik orang yang begitu indah itu.
Selang waktu beberapa detik, Ocha menghampiriku dan bertanya, “Sin, bulan-bulan ini lagi banyak tugas, bete jadinya. Fiska, Biologi, Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Kesenian, Agama, belum lagi menjahit. Huh...semuanya tuuuuugas muuulu”
“Iya, nih...tapi gak apa-apalah yang penting semuanya dibuat asik dan cool aja, Cha”
Memang tugas begitu bertubi-tubi diberikan, tapi aku tak kan pernah berpikir sedikit pun untuk menyerah sampai pantai kesuksesan yang kuharapkan telah aku arungi. Toh, ini demi mengemban tugasku sebagai seorang anak baik dari orang tua kandung(Ayah, Ibu) dan orang tua angkatku (Papa, Mama).
Detik demi detik, jam demi jam bahkan hari demi hari telah aku fokuskan untuk tugas-tugas itu, karena aku ingin memaksimalkan semua yang ada. Aku tak mau membagi-bagi waktu untuk kepentingan lain diluar kepentingan sekolahku. Alhasil aku telah menjadi seseorang yang serius dibanding sebelumnya.
Secepat kilat, aku telah membuat diriku sibuk, dan berusaha menjadikan waktu dan konsidi yang ku pilih ini menjadi asyik dan cool. Aku berusaha memahami keadaanku yang terlalu sibuk ini dengan selalu berdoa agar keadaan yang super sibuk seperti ini bisa aku lewati dengan hasil yang begitu memukau.
*  * *
Tak tertebak, waktu menyapa begitu cepatnya, hingga tak kusadari hari ini adalah 1 Desember 2012. Hampir sebulan aku telah selesai dengan kefokusanku terhadap tugasku. Dan hampir semua waktu yang aku luangkan untuk tugas, ternyata tak sia-sia. Di hadapan Guru, tugasku begitu memukau dan menakjubkan. Aku sangat senang dengan hasil yang telah kucapai. Terima kasih, Ya Allah.
  *  * *
Di sela-sela pelajaran yang tak lagi fokus dan seketika kesadaranku mulai terbangun, ku lihat dengan seksama bangku kosong di sebelah kiri, rasanya terasa aneh bagiku. Entah mengapa, dalam hati aku berbicara, “itu hanya bangku kosong, Sin”. Meski telah kuyakinkan tak ada yang aneh. Tapi...tetap saja rasanya ada sesuatu yang hilang dan aku merasa berat kehilangan itu. Ku lihat seluruh penjuru kelas, ku ingat-ingat seluruh teman-temanku, dan semuanya ada. Tapi....ANDRA????? Dimana dia? Sakitkah dia? Ataukah dia izin? Sesegera kutanyakan kepada Ocha meskipun dengan bisik-bisik.
“Masak kamu gak tau, kan Andra sudah pergi, dia pindah sekolah ke Jogya. Sebulan yang lalu lagi, kamu ini gak perhatian banget sama temen, Sin”, balas Ocha.
Hah, tulang-tulangku rasanya kaku dan tak dapat digerakkan lagi dan aku seperti orang linglung.
*  * *
Sepulang sekolah sesegera mungkin ku ambil buku milik Andra yang tak sempat kubaca karena tugas yang menggunung beberapa bulan lalu. Ku buka lembar demi lembar dengan ditemani tetesan air mataku yang tak kunjung berhenti. Begitu kagetnya diriku hingga tubuhku terguncang seketika. Kutemukan sepucuk surat. Hah, surat apaan ini...mungkinkah ini untukku??atau surat ini untuk orang lain?? Keraguan mulai menyinggahi hati yang galau ini. Tanpa memperdulikan keraguan ini ku buka surat itu dan ku baca perlahan.
 “Dear Sinta” hah..untukku. Dengan hati yang begitu mengagetkan, ku baca surat itu kata demi kata kerena aku tak mau satu kata pun yang terlewatkan. Aku ingin mengetahui surat yang ditulis Andra untukku. Pelan-pelan dan kubaca itu.
Malang. 13 October 2012
Dear Sinta.
Assalamualaikum….Sin, maaf…aku telah mencoba ahli bahkan aku belajar kepada Ocha bagaimana mengutarakan ini. Tapi aku tak bisa, aku terlalu resah dan terlalu lemah untuk itu. Dan tiba-tiba aku teringat dengan perkataan Pak Mario Teguh bahwa tidak harus jadi ahli untuk  melakukan sesuatu. Dan mungkin ini mengagetkanmu, tapi aku harus berkata ini.
Sin, izinkan aku memiliki rasa special untukmu. Izinkan aku untuk ada di sebelahmu. Ada satu rasa yang tak dapat di baca pikiranku , saat aku berada disekitarmu yang tak pernah aku rasakan ketika dekat dengan perempuan lain.
Sin, besok aku harus pergi ke Jogya. Jika kamu mengizinkanku memiliki perasaan ini, ku tunggu kamu besok di depan sekolah. Sebelum bel berbunyi, aku akan berangkat. Aku harap aku juga bisa bertemu kamu lagi 31 jan 2013 di STTP/APP. Tapi jika tidak, tak apa-apa bagiku. Terima kasih untuk semuanya.
Wassaalam
Teman yang penuh harapan,
Andra Tovando W.
Aku menyesal tak membuka surat itu sebulan yang lalu itu.
*  * *
31 Januari 2013
Hati yang berbunga-bunga menemani langkahku ke STTP/APP. Yah, aku menunggu kedatangannya, meski tak mengucapkan Good Bye untuknya kemarin. Tapi aku yakin dia akan datang. Wajah mulai pucat, jam tanganku pun seakan-akan bicara jika sekarang sudah hampir maghrib. Dari tadi kulihat disekitar hanya ada satpam dan seorang laki-laki seusiaku, tapi bukan Andra. Tiba-tiba laki-laki itu mendekat dan berkata,”Sinta..ya??”. “Kok tau?”, jawabku  refleks. “Hmm..aku  bukan merayu. Tapi bertanya”,  jawabnya. Aku balik badan karena malu. Dan entah kenapa tasku serasa bergerak. Tapi tak kupikirkan lagi dan ketika aku membalikkan badan, dia telah berlari kencang dan menjauh.
Dengan rasa menyesal yang mendalam, aku langkahkan kaki. Hujan yang turun rintik-rintik pun seakan mengiringi kesedihanku. Tapi aku harus mengikhlaskan cinta putih abu-abuku ini. Mungkin Andra juga kecewa dan merasa aku tak punya perasaaan yang sama sepertinya  karena aku tak menemuinya sebelum dia pergi kemarin.
*  * *
Sesampainya di rumahku, aku mencoba merebahkan diri. Menutup mata yang terus meneteskan air. Pelan-pelan ku buka dompet dan kubaca lagi pesan ibuku yang di tinggalkan sebelum meninggal sekali lagi, karena surat itu adalah penyemangatku. Tak berselang lama aku mencoba menelpon Ocha. Aku menumpahkan kegelisahanku ini padanya, dan Ocha merasa bersalah tak memberi tauku kalau Andra sejak dulu menyukaiku karena Andra yang melarangnya.
*  * *
2 Februari 2013
Di sebuah taman yang telah lama aku ketahui, Ocha mengajakku kesana untuk menghiburku. Tapi hati ini tetap suram. Tiba-tiba............
“Sin,, maafkan aku yang tak bisa datang 31/1/13, aku sakit, tapi kemarin aku meminta tolong sahabatku mengantarkan surat untukmu ketika kamu menungguku, tapi aku mohon anggaplah ini 31/1/13”, kata Andra.
Ah..surat?? Surat yang mana? Apakah cowok misterius yang kutemui kemarin, dialah yang mengantar surat? Mungkinkan tas yang bergoyang  yang tak kusadari kemarin dimasuki surat? Ah, itu sudah tak penting lagi. Sekarang Andra di sini, di hadapanku.
Dengan ribuan bahkan milyaran kebahagiaan aku berkata, “Meskipun bukan 31/1/13, aku akan anggap semua hari 31/1/13, karena hari itu telah ku jawab ya untuk semua keraguan kita tentang persemian cinta abu-abu kita”
*  * *
Meskipun 2 Februari 2013 bukan 31 Januari 2013, tapi pemaknaanku saat itu 31/1/13. Dan di hari itu telah ku pahat cinta abu-abuku bersama Andra. Terima kasih Ya Allah...bahagiakanlah hari-hariku bersamanya. Ibu...Ayah...meskipun kalian sudah di surga, doakan aku bersamanya. Papa..Mama iringilah kegembiraanku ini dengan senyum dan restumu yan menemani hari-hariku di rumah kita. Terima kasih. Terima kasih.
 SELESAI