13 Oktober 2012, pukul 04.00
“Cring....cring”, bunyi alarm mickymouse
memecah kondisi yang lengang. Diri yang nyaman pun terusik oleh suara luhur
tersebut. Yuph...Mulailah kenyamanan itu ludes seketika. Mata yang tak
kunjung mau membuka, membuatku memaksakannya untuk melihat keindahan mega pagi
yang meriah dengan nyayian burung-burung. Mimik wajah pun terlihat takjub merasakan
hiliran angin yang membawa harumya masakan rendang Mamaku. Ku coba memaksa
badanku untuk mengikuti harumnya rendang itu. Mata yang terlihat malas untuk
dibuka pun, tiba-tiba kembali membuka dengan refleks dan kesadaranku pun mulai
terbangun.
“Eh, Sinta..udah bangun kamu! Cepet gih ambil
air wudhu!”, kata Mamaku.
Aku pun mulai tadi yang tertegun dengan
rendang Mamaku, mulai menyadari kewajibanku, yaitu sholat Subuh. Sesegera
kuambil air wudhu dan khusuk untuk shalat.
Setelah kuselesaikan kewajibanku kepada Allah,
mulailah aku melangkahkan kaki menuju daerah Mamaku, dapur. Tak jera-jera aku
menunggu Mama memersilahkanku untuk melahap rendang buatannya. Tapi, ditengah
harapan itu, tiba-tiba aku teringat tentang teman specialku, Andra.
Dor!!!, Papa menghentikan lamunan pagiku itu dengan berlabuh
didepanku dan menyuruhku untuk bersiap ke sekolahku tercinta, SMANELA untuk
mengejar keinginan terbesarku.
Tak menyimpang dari itu, aku pun mulai prepare
untuk berlari mengejar impian, yuph....dengan cara pergi ke sekolah. Aku
mulai mengecek ulang isi mickymouse tasku “Tugas puisi, buku kimia, alat
tulis, buku biologi, yeah... udah semua”. Dan tak sengaja kulihat
selembar kertas cinta yang aku buat 3 hari lalu. “Ah...jadi inget dia aja”
*
* *
Setelah makan, aku segera menjabat dan mencium
tangan Papa dan Mamaku. Tiba-tiba, teringat tentang almarhum/almarhumah kedua
orang tua kandungku. Tetesan air yang keluar dari mataku pun tak dapat aku
cegah. Secepat mungkin aku berlari supaya Papa dan Mama tak melihatku seperti
ini. Gejolak dalam diri ingin meneriakkan kerinduanku yang mendalam terhadap
mereka. Tak dapat kumengerti, aku terlahir dan tumbuh dengan Papa dan Mama,
bukan dengan Ayah dan Ibu. Inilah yang membuat hatiku campur aduk dan aku telah
berjanji untuk melaksanakan amanat ibu kandungku. Kucoba membuka lipatan kertas
kecil dan kusam dari dompetku dan membaca inci demi inci dengan berlinang air
mata.
“Bismillahirrahmanirraim....Anakku,
Sinta. Berlarilah dan jangan pernah berpikir akan berhenti untuk
menggapai mimpimu, kondisikan semuanya sedemikian rupa supaya mimpimu itu
nyata, sayangilah kedua orangtua
angkatmu seperti kamu menyayangi ibu. Dan
latihlah dirimu untuk selalu
berpegang pada diri sendiri dan Allah. Teruslah untuk berniat lurus, ikhlas,usaha
keras, dan doa yang khusuk serta sabar dalam menjalani kehidupanmu”
Hatiku pun mulai termotivasi untuk tak lemah
dan tak berdaya seperti ini lagi. Sesegera mungkin kugayuh sepedaku menuju
gerbang sekolahku. Suara tak asing dan santer terdengar menemani langkahku
untuk menuju kelasku, X-8. Suara itu membuat siswa-siswi di sekolahku ambur
adur menuju kelas masing-masing untuk mengikuti pelajaran pertama.
Aku mulai mengajak mataku untuk melihat sekeliling
kelas dan kulihat teman-temanku sibuk
dengan kepentingan masing-masing, tapi nampak di sudut kiri, Ocha teman
sebangkuku mulai mempersiapkan diri dengan tugas puisi dari Pak Yurianto.
“ Hai, Si Mickymouse...udah dateng nie, udah siap blom membacakan puisi ..?”,
tanya Ocha. Dengan santai kujawab, “ Udah, donk!”.
Tiba-tiba terdengar jejak kaki yang terasa
begitu hangat, hah Andra!Kenapa dia melangkah kearah bangkuku? Oh mungkin
ingin berbicara dengan Ocha. Aku terus mencoba tak memperdulikannya padahal
hatiku sudah terlalu lama mengaguminya. Setiap pandangan teman–teman disudut
kelasku mengarah kepadanya, tak heran lagi karena Andra ini bisa dibilang murid
paling terkeren, terpintar, tersopan, dan teraktif yang ada di kelasku. Andra
pun mendapat tempat serta menjadi suatu pemaknaan yang terdalam dalam konsep
hidupku. Dan sejak aku bertemu dia, bintang yang menurutku paling indah tak
lagi terlihat indah, kerena keindahan itu telah tergantikan olehnya.
Bahkkan aku sempat menuliskan selembar kertas
cinta padanya yang berisi perasaanku yang tak akan pernah tersampaikan
selamanya. Namun aku membiarkan perasaanku ini terpenjara di kertas itu sampai
menguning, lapuk, dan hancur hingga menjadi kerangka rusak yang menjadi kenangan.
Aku berusaha memendam perasaan ini karena aku tau, Andra telah memiliki seorang
wanita yang sudah berhasil mengelola hatinya. Wanita itu tak lain adalah teman
sebangkuku, Ocha. Ironisnya aku melihat dengan mata kepalaku sendiri ketika
Andra menyatakan perasaannya kepada Ocha. Sungguh begitu mengagetkan bagi
hatiku.
Tiba-tiba, suasana kelasku menjadi sepi. Ku lihat Andra juga putar balik,
dan tidak menuju ke arah bangkuku lagi dan dia langsung membalikkan badan dan
menuju bangkunya.
Tiba-tiba terdengar ,”Assalamualaikum Wr. Wb.”
Oh, Pak Yurianto..pastes aja teman-teman diem, kataku dalam hati. “Nah,
sekarang ayo siapa mau maju pertama untuk membaca puisi?”, tanya Pak Yurianto.
Dan ternyata prediksiku sebelumnya salah, hampir setiap anak mengacungkan tangannya,
mungkin karena mereka tergiur dengan janji Pak Yuri. Beliau berjanji bahwa siapa
yang maju pertama akan diberi nilai plus.
Aku terus memfokuskan pandanganku pada Pak
Yuri, berharap Pak Yuri bisa terinspirasi untuk mengeluarkan keputusan dan
memanggil namaku karena aku ingin mencapai pantai kesuksesan dengan cara
mengambil kesempatan emas ini. Dan alhamdulillah.... “Sinta, ayo maju”,
kata Pak Yuri. Aku sangat terkejut ternyata namakulah yang disebut. Mungkin Pak
Yuri memiliki penilaian tersendiri terhadapku.
Kulangkahkan kakiku ke depan dan aku tak dapat
menolak rasa nervous yang selalu mengiringi tiap langkahku itu, tapi aku
terus melangkah tanpa berfikir untuk berhenti. Setelah langkah terakhir aku
mulai membuka lipatan kertas yang telahku persiapkan.
Percaya Diri
Tetapka standartmu tinggi-tinggi
Kau berhak mendapat yang terbaik
Cobalah mendapat yang kau ingin
Jangan mau menerima kurang dari itu
Pikirkan tujuanmu
Jangan cemas jika kau menyimpang dari itu
Sebab yang paling penting adalah
pelajaran yang dapat kau ambil dari perjalananmu
Terimalah apa yang kau dapat
Lakukan apa yang kau bisa
Terbanglah di atas awan-awan
Bebaskan dirimu dari impianm
Ku lihat senyum Pak Yuri. Senyum itu membuat
dadaku lega. Tepuk tangan pun menggema di dalam kelasku. Suasana ini membuatku
beranggapan aku telah melangkah satu langkah lebih awal dibanding
teman-temanku, termasuk dari Andra.
*
* *
13 Oktober 2012, pukul 19.00
Message from Andra : Sinta...Aku kagum dengan puisimu tadi. I
feel your poem can make me more motivated. Thanks....Kalau kmu mau, aku jga
punya bku tentng motivasi, kmu mau pnjem gak???
Hah....selain surat peninggalan ibuku, puisi
itu memang salah satu penyemangatku juga. Tak ku sangka itu juga bisa membuat
penyemangat buat Andra.
Reply message to Andra : Thanks, Andra. Aku seneng klo kamu
termotivasi. Iya..bleh tuh. Thanks yah J
Aku bagai kejatuhan bulan, senangnya minta
ampun. Keindahan harapan bisa mendekati Andra mulai muncul. Tapi, sungguh tak
ku sangka sebelumnya. Keindahan akan harapan seperti ini harus aku sudahi dan
harus ku tinggalkan bahkan meskipun terlalu sulit harapan itu akan ku
potong-potong hingga berbentuk potongan-potongan kecil. Tapi potongan harapan
itu akan terus mengingatkanku. Dan aku sangat berharap potongan harapan itu tak
akan sama lagi seperti harapan sebelumnya.
*
* *
14 Oktober 2012
“Sin, ini baca deh...”, kata Andra sambil
memberiku buku yang ingin kupinjam kemarin.
“OK, thanks yah...”, jawabku semangat.
Seiring dengan jawabanku, Andra tiba-tiba menghilang.
Dan aku begitu senang bisa memegang buku milik orang yang begitu indah itu.
Selang waktu beberapa detik, Ocha
menghampiriku dan bertanya, “Sin, bulan-bulan ini lagi banyak tugas, bete jadinya.
Fiska, Biologi, Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Kesenian, Agama,
belum lagi menjahit. Huh...semuanya tuuuuugas muuulu”
“Iya, nih...tapi gak apa-apalah yang penting
semuanya dibuat asik dan cool aja, Cha”
Memang tugas begitu bertubi-tubi diberikan,
tapi aku tak kan pernah berpikir sedikit pun untuk menyerah sampai pantai
kesuksesan yang kuharapkan telah aku arungi. Toh, ini demi mengemban
tugasku sebagai seorang anak baik dari orang tua kandung(Ayah, Ibu) dan orang
tua angkatku (Papa, Mama).
Detik demi detik, jam demi jam bahkan hari
demi hari telah aku fokuskan untuk tugas-tugas itu, karena aku ingin
memaksimalkan semua yang ada. Aku tak mau membagi-bagi waktu untuk kepentingan lain
diluar kepentingan sekolahku. Alhasil aku telah menjadi seseorang yang serius
dibanding sebelumnya.
Secepat kilat, aku telah membuat diriku sibuk,
dan berusaha menjadikan waktu dan konsidi yang ku pilih ini menjadi asyik
dan cool. Aku berusaha memahami keadaanku yang terlalu sibuk ini dengan
selalu berdoa agar keadaan yang super sibuk seperti ini bisa aku lewati dengan
hasil yang begitu memukau.
*
* *
Tak tertebak, waktu menyapa begitu cepatnya,
hingga tak kusadari hari ini adalah 1 Desember 2012. Hampir sebulan aku telah
selesai dengan kefokusanku terhadap tugasku. Dan hampir semua waktu yang aku
luangkan untuk tugas, ternyata tak sia-sia. Di hadapan Guru, tugasku begitu
memukau dan menakjubkan. Aku sangat senang dengan hasil yang telah kucapai. Terima
kasih, Ya Allah.
* * *
Di sela-sela pelajaran yang tak lagi fokus dan
seketika kesadaranku mulai terbangun, ku lihat dengan seksama bangku kosong di
sebelah kiri, rasanya terasa aneh bagiku. Entah mengapa, dalam hati aku
berbicara, “itu hanya bangku kosong, Sin”. Meski telah kuyakinkan tak
ada yang aneh. Tapi...tetap saja rasanya ada sesuatu yang hilang dan aku merasa
berat kehilangan itu. Ku lihat seluruh penjuru kelas, ku ingat-ingat seluruh
teman-temanku, dan semuanya ada. Tapi....ANDRA????? Dimana dia? Sakitkah dia?
Ataukah dia izin? Sesegera kutanyakan kepada Ocha meskipun dengan bisik-bisik.
“Masak kamu gak tau, kan Andra sudah pergi,
dia pindah sekolah ke Jogya. Sebulan yang lalu lagi, kamu ini gak perhatian
banget sama temen, Sin”, balas Ocha.
Hah, tulang-tulangku rasanya kaku dan tak dapat digerakkan
lagi dan aku seperti orang linglung.
*
* *
Sepulang sekolah sesegera mungkin ku ambil
buku milik Andra yang tak sempat kubaca karena tugas yang menggunung beberapa
bulan lalu. Ku buka lembar demi lembar dengan ditemani tetesan air mataku yang
tak kunjung berhenti. Begitu kagetnya diriku hingga tubuhku terguncang
seketika. Kutemukan sepucuk surat. Hah, surat apaan ini...mungkinkah ini
untukku??atau surat ini untuk orang lain?? Keraguan mulai menyinggahi hati
yang galau ini. Tanpa memperdulikan keraguan ini ku buka surat itu dan ku baca
perlahan.
“Dear Sinta” hah..untukku. Dengan hati
yang begitu mengagetkan, ku baca surat itu kata demi kata kerena aku tak mau
satu kata pun yang terlewatkan. Aku ingin mengetahui surat yang ditulis Andra
untukku. Pelan-pelan dan kubaca itu.
Malang. 13 October 2012
Dear Sinta.
Assalamualaikum….Sin, maaf…aku telah mencoba ahli bahkan aku
belajar kepada Ocha bagaimana mengutarakan ini. Tapi aku tak bisa, aku terlalu
resah dan terlalu lemah untuk itu. Dan tiba-tiba aku teringat dengan perkataan Pak Mario Teguh bahwa tidak
harus jadi ahli untuk melakukan sesuatu.
Dan mungkin ini mengagetkanmu, tapi aku harus berkata ini.
Sin, izinkan aku memiliki rasa special untukmu. Izinkan aku untuk ada di sebelahmu. Ada satu rasa yang tak
dapat di baca pikiranku , saat aku berada disekitarmu yang tak pernah aku
rasakan ketika dekat dengan perempuan lain.
Sin, besok aku harus pergi ke Jogya. Jika kamu mengizinkanku
memiliki perasaan ini, ku tunggu kamu besok di depan sekolah. Sebelum bel berbunyi, aku akan
berangkat. Aku harap aku juga bisa bertemu kamu lagi 31 jan 2013 di STTP/APP.
Tapi jika tidak, tak
apa-apa bagiku. Terima kasih untuk semuanya.
Wassaalam
Teman yang penuh harapan,
Andra Tovando W.
Aku menyesal tak membuka surat itu sebulan
yang lalu itu.
*
* *
31 Januari 2013
Hati yang berbunga-bunga menemani langkahku ke
STTP/APP. Yah, aku menunggu kedatangannya, meski tak mengucapkan Good Bye untuknya
kemarin. Tapi aku yakin dia akan datang. Wajah mulai pucat, jam tanganku pun
seakan-akan bicara jika sekarang sudah hampir maghrib. Dari tadi kulihat
disekitar hanya ada satpam dan seorang laki-laki seusiaku, tapi bukan Andra.
Tiba-tiba laki-laki itu mendekat dan berkata,”Sinta..ya??”. “Kok tau?”, jawabku
refleks. “Hmm..aku bukan merayu. Tapi bertanya”, jawabnya. Aku balik badan karena malu. Dan
entah kenapa tasku serasa bergerak. Tapi tak kupikirkan lagi dan ketika aku
membalikkan badan, dia telah berlari kencang dan menjauh.
Dengan rasa menyesal yang mendalam, aku
langkahkan kaki. Hujan yang turun rintik-rintik pun seakan mengiringi
kesedihanku. Tapi aku harus mengikhlaskan cinta putih abu-abuku ini. Mungkin
Andra juga kecewa dan merasa aku tak punya perasaaan yang sama sepertinya karena aku tak menemuinya sebelum dia pergi
kemarin.
*
* *
Sesampainya di rumahku, aku mencoba merebahkan
diri. Menutup mata yang terus meneteskan air. Pelan-pelan ku buka dompet dan
kubaca lagi pesan ibuku yang di tinggalkan sebelum meninggal sekali lagi,
karena surat itu adalah penyemangatku. Tak berselang lama aku mencoba menelpon
Ocha. Aku menumpahkan kegelisahanku ini padanya, dan Ocha merasa bersalah tak
memberi tauku kalau Andra sejak dulu menyukaiku karena Andra yang melarangnya.
*
* *
2 Februari 2013
Di sebuah taman yang telah lama aku ketahui,
Ocha mengajakku kesana untuk menghiburku. Tapi hati ini tetap suram.
Tiba-tiba............
“Sin,, maafkan aku yang tak bisa datang
31/1/13, aku sakit, tapi kemarin aku meminta tolong sahabatku mengantarkan
surat untukmu ketika kamu menungguku, tapi aku mohon anggaplah ini 31/1/13”,
kata Andra.
Ah..surat?? Surat yang mana? Apakah cowok
misterius yang kutemui kemarin, dialah yang mengantar surat? Mungkinkan tas
yang bergoyang yang tak kusadari kemarin
dimasuki surat? Ah, itu sudah tak penting lagi. Sekarang Andra di sini, di
hadapanku.
Dengan ribuan bahkan milyaran kebahagiaan aku
berkata, “Meskipun bukan 31/1/13, aku akan anggap semua hari 31/1/13, karena
hari itu telah ku jawab ya untuk semua keraguan kita tentang persemian
cinta abu-abu kita”
*
* *
Meskipun 2 Februari 2013 bukan 31 Januari
2013, tapi pemaknaanku saat itu 31/1/13. Dan di hari itu telah ku pahat cinta
abu-abuku bersama Andra. Terima kasih Ya Allah...bahagiakanlah hari-hariku
bersamanya. Ibu...Ayah...meskipun kalian sudah di surga, doakan aku bersamanya.
Papa..Mama iringilah kegembiraanku ini dengan senyum dan restumu yan menemani
hari-hariku di rumah kita. Terima kasih. Terima kasih.
SELESAI